Aku terbangun di pertengahan malam tanpa sebab. Saat kulemparkan tatapan mengantukku ke sudut ruangan, kudapati seorang lelaki tanggung tengah tertidur lelap. Ini kali pertamanya aku melihat ia di sini. Bergabung bersama denganku dan tiga pria lain yang sama pulasnya dalam buaian mimpi.
Melihatnya membuatku teringat masa-masa awalku berada di sini, juga alasan yang menjadi penyebabnya. Tanpa aku perintah, kepalaku memutar kenangan-kenangan yang ditinggalkan waktu dalam memoriku. Menjengkelkan!
Rasanya baru kemarin malam aku memasuki ruangan ini, tanpa ada penyesalan seolah apa yang telah aku lakukan adalah hal yang wajar—tapi bagiku memang wajar! Apa yang salah dari memukul orang yang sudah dirasuki setan?
Dua orang langsung mengerubungiku setelah polisi yang mengawalku pergi. Mereka bertanya apa yang telah aku lakukan hingga membuatku berada di sini. “Hal yang menyenangkan,” begitu kataku kala itu.
Tiga orang lain yang semula menatapku tanpa minat kini ikut menaruh perhatian, bahkan satu orang yang duduk di pojok ruangan tanpa sungkan memberiku senyum ramah—yang kemudian aku tahu ia bernama Darsam.
“Dul? Nama kau Duljani? Aku suka gayamu. Aku suka.” Togar, orang yang tadi menanyaiku pertama kali, kini menepuk-nepuk lenganku diiringi dengan tawanya yang sumbang dan keras.
Penulis: Dian Aulia Citra Kusuma. Mahasiswi jurusan Pendidikan Matematika.