Dampak Program Kampus dan Kultur Organisasi Mahasiswa, Minat Ormawa Menurun

LPM Pabelan

UMS, pabelan-online.com – Organisasi mahasiswa (Ormawa) merupakan wadah bagi mahasiswa yang ingin melatih kecakapan intelektual dan kepemimpinan. Namun, dengan banyaknya pilihan wadah pengembangan softskill dan minat bakat selain organisasi, membuat minat mahasiswa terhadap ormawa menurun.

Berbicara tentang ormawa, tentunya tidak jauh dari kata mahasiswa. Baik itu yang tergabung di organisasi internal, maupun eksternal kampus.

Namun, dengan adanya program-program kampus dan kultur dari organisasi itu sendiri, membuat mahasiswa memilih tidak mengikuti ormawa. Mereka memilih untuk fokus mengejar nilai akademik daripada membagi waktunya dengan mengikuti ormawa.

Walaupun, beberapa mahasiswa menyatakan mengikuti organisasi cukup penting, bermanfaat, dan relevan, tetapi kenyataan di lapangan menunjukkan jumlah peminat ormawa di kampus menurun daripada tahun-tahun sebelumnya.

Reporter Pabelan-online.com menghubungi Moh Ferryawan Dwi Saputra, selaku Direktur Jenderal Aksi dan Propaganda Eksekutif Mahasiswa (EM) Universitas Brawijaya (UB) mengatakan pandangannya terhadap ormawa saat ini. Menurutnya, terkadang terdapat ormawa yang ada hanya sebagai formalitas saja, mereka hanya sebatas menunjukkan eksistensinya saja tanpa ada suatu esensi atau substansi yang nyata.

LPM Pabelan juga melakukan riset kepada mahasiswa di berbagai universitas di Indonesia, didapatkan sebanyak 82 responden perihal minat mahasiswa terhadap ormawa. Riset ini menggunakan metode random sampling dengan jenis penelitian kuantitatif.

Diketahui sebanyak 93% mahasiswa mengetahui apa saja ormawa yang ada di kampusnya, sedangkan sebanyak 7% tidak mengetahui mengenai apa saja ormawa di kampus.

Berdasarkan hasil riset, sebanyak 73% mahasiswa saat ini sedang atau pernah mengikuti organisasi di kampus. Sedangkan sisanya sebanyak 27% sedang tidak atau tidak pernah mengikuti organisasi di kampus.

Dari hasil penelitian yang sudah diolah oleh Manajer Penelitian LPM Pabelan, sebanyak 25% mahasiswa menjawab bahwa mengikuti organisasi sangat penting dan sebanyak 68% menjawab cukup penting. Sedangkan sisanya mengatakan bahwa mengikuti organisasi kurang penting bahkan tidak penting.

Menanggapi hal itu Ferry mengatakan, bahwa organisasi mahasiswa itu penting karena ketika sudah terjun ke dalamnya akan banyak hal yang bisa didapatkan atau dipelajari di luar bangku perkuliahan.

Ferry berpandangan kalau keberadaan ormawa di lingkup kampus juga penting, salah satunya tentu untuk menghidupkan stundent government (SG) yang ada. Selain itu, bisa jadi sebagai suatu bentuk kontrol sosial akan setiap kebijakan dari kampus.

“Keberadaan ormawa sebenarnya cukup membantu kampus juga semisal dalam mewujudkan tridharma,” ujarnya, Senin (16/10/2023).

Di lain kesempatan, reporter Pabelan-online.com berkesempatan mewawancarai Aisyafina Nur Ayun, salah satu mahasiswa Program Studi (Prodi) Ekonomi Pembangunan (EP) Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS). Menurutnya, mengikuti organisasi itu penting, tetapi bukan wajib.

“Tergantung tujuan mahasiswa mengikuti organisasi itu apa,” ujarnya, Rabu (19/10/2023).

 

 

Terkait manfaat dari mengikuti ormawa, sebanyak 98% mahasiswa mengatakan tahu manfaatnya. Sementara sisanya mengatakan tidak tahu akan manfaat dari mengikuti ormawa.

 

Sedangkan mengenai eksistensi dari ormawa itu sendiri, sebanyak 38% mahasiswa menjawab bahwa organisasi kampus saat ini masih sangat bermanfaat dan masih relevan. Sebanyak 60% mahasiswa menjawab cukup bermanfaat dan cukup relevan. Sisanya sebanyak 2% mengatakan mengiktui organisasi kampus kurang atau tidak bermanfaat dan relevan.

Ferry menjelaskan, menurutnya suatu hal yang tidak bisa digeneralisasikan apakah ormawa saat ini masih relevan atau tidak bagi mahasiswa, baginya ada yang memang masih relevan dan ada juga yang dirasa sudah tidak relevan.

Hal tersebut bagi Ferry kembali lagi bagaimana pada akhirnya dari berbagai pihak yang ada, mulai dari pengurus organisasi juga para pemangku jabatan di lingkup kampus.

“Bisa saling bersinergi untuk bersama-sama membangun dan menghidupkan kembali suatu organisasi mahasiswa yang relevan dengan kebutuhan dan massanya pada saat ini,” tambah Ferry.

Sedangkan bagi Ais yang berada di posisi mahasiswa, relevan tidaknya kembali lagi dengan tujuan mahasiswa mengikuti itu apa. Hal ini karena setiap orang punya tujuan masing-masing dan perspektif masing-masing.

Mengenai minat didapatkan sebanyak 73% mahasiswa minat mengikuti organisasi kampus, sebanyak 15% menjawab tidak berminat. Sisanya 12% menjawab kemungkinan mereka berminat mengikuti organisasi kampus.

 

Selanjutnya, mengenai menurunnya minat mahasiswa terhadap organisasi mahasiswa, 20% mengatakan sangat setuju akan hal itu, dan 70% menjawab setuju. Sisanya menyatakan kurang setuju akan pernyataan ini.

Ferry pun setuju akan hal ini, dirinya sendiri merasakan sebagai salah satu pengurus organisasi di Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) maupun di Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM). Ia menambahkan, hal tersebut karena banyak faktor, baik dari internal organisasi, maupun eksternal.

Sedikit berbeda dengan pendapat Ais, menurutnya tidak masalah minat mahasiswa berorganisasi turun.

“Selagi mahasiswa mengikuti kegiatan atau program lain yang juga sama-sama bermanfaat,” ungkap Ais.

Dengan adanya program kampus, sebanyak 12% menjawab sangat setuju bahwa program kampus lebih menarik daripada organisasi mahasiswa dan sebanyak 50% juga setuju akan hal itu. Sedangkan sisanya mengatakan kurang setuju bahwa program kampus lebih menarik daripada organisasi mahasiswa.

Ferry pun setuju, bahwa salah satu faktor atau penyebab turunnya minat mahasiswa terhadap ormawa pada saat ini adalah program-program yang diadakan oleh kampus. Misalnya, Program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM). Di mana dampaknya secara tidak langsung dirasakan oleh ormawa, seharusnya ini menjadi perhatian baik pihak kampus, pemerintah, maupun pengurus ormawa.

“Di mana perlu untuk diimbangi terkait bagaimana caranya agar program kampus dan ormawa tetap bisa berjalan secara berdampingan dan tidak terjadi ketimpangan baik secara kuantitas dan kualitas,” tambahnya.

Sependapat dengan Ferry, Ais menuturkan bahwasanya semua punya sisi plus dan minus masing-masing dan pastinya memiliki manfaat yang berbeda. Namun, menurutnya program kampus lebih menarik daripada ormawa.

 

Menurut 24% mahasiswa menambah pengalaman merupakan alasan mahasiswa berminat ikut organisasi kampus, sebanyak 33% mengatakan alasannya adalah menambah relasi. Lalu, sebanyak 16% mahasiswa mengatakan belajar memanajemen waktu dan tanggung jawab, sebanyak 27% mengatakan untuk mendukung kemampuan diri atau softskill adalah alasan mahasiswa masih berminat untuk ikut organisasi kampus.

Dari 73% mahasiswa yang ikut organisasi mahasiswa mengatakan, bahwa manfaat yang didapatkan setelah mengikuti organisasi tersebut selain yang disebut di atas, antara lain menambah pengetahuan baru, mengembangkan public speaking, bekerja secara tim, berpikir kritis, dan masih banyak lagi.

Ferry juga menambahkan, bahwa hal yang bisa dipelajari dan diambil, seperti problem solving, public speaking, dan lainnya.

Tak jarang juga kultur yang terbangun di organisasi tidak jauh beda dari dunia kerja, secara tidak langsung kita sudah mulai dibiasakan dengan hal-hak yang berkaitan dengan dunia kerja.

Membahas mengenai alasan mahasiswa tidak berminat ikut organisasi kampus, didominasi oleh mahasiswa dengan persentase 41% menjawab, alasannya karena jadwal kuliah yang padat dan banyaknya tugas. Diikuti sebanyak 28% menjawab ingin fokus pada prestasi dan program yang ditawarkan oleh kampus.

Sisanya menjawab karena mengikuti organisasi hanya menghabiskan waktu dan energi, serta kurangnya rasa nyaman di lingkungan organisasi.

Sedangkan dari 27% mahasiswa yang tidak ikut organisasi beranggapan, bahwa sulitnya membagi waktu antara kuliah dan organisasi, serta kecenderungan menganggu kegiatan belajar dan melupakan prioritas kuliah adalah alasan mereka tidak berminat mengikuti organisasi di kampus.

Menurut Ferry, banyak faktor lain di luar itu, mulai dari diri sendiri yang tidak tahu apa yang akan dicari di organisasi, masih terjebak di ruang nyaman, branding organisasi yang dirasa kurang, serta masifnya program Merdeka Belajar Kampus Mengajar (MBKM) yang dirasa lebih punya banyak keunggulan dibanding ikut organisasi.

“Hal paling penting untuk menciptakan lingkungan yang nyaman dalam organisasi tentu jangan jadikan suatu organisasi hanya sebagai tempat untuk kita ‘bekerja’ saja, tetapi jadikan organisasi tersebut sebagai suatu keluarga pun juga rumah,” jelasnya.

Berbeda dengan Ais yang memilih tidak ikut ormawa karena ada bisnis di luar kampus yang mengharuskannya selalu pulang ke rumah tiap minggunya.

Ada beberapa cara untuk meningkatkan minat mahasiswa untuk mengikuti ormawa, salah satunya yang cukup menarik adalah dibuatkan semacam konversi Satuan Kredit Semester (SKS) kepada mahasiswa yang aktif dalam menjalankan organisasi. Menurut Ferry, hal tersebut bisa mendorong kembali minat mahasiswa dalam mengikuti organisasi.

Ia berharap ormawa hadir tidak hanya sekedar eksistensinya, tetapi juga harus ada esensi yang dibawa. Selain itu, tentu juga harus terus bisa berusaha untuk bisa beradaptasi dengan berbagai situasi dan kondisi yang ada.

“Agar terus relevan dengan berbagai tantangan di tiap masanya,” harap Ferry.

Ais juga berharap, ikut ataupun tidaknya, tidak akan jadi kendala. Pilihlah pengalaman sesuai bidang dan minat kita sendiri.

“Yang bisa bawa manfaat buat kalian ke depannya,” harap Ais.

Dengan demikian dapat disimpulkan, sebenarnya masih banyak yang berminat mengikuti organisasi, walaupun dalam segi jumlah menurun. Namun, memang kebijakan atau program yang ditawarkan kampus lebih menarik, ataupun juga karena dari diri mahasiswa itu sendiri.

Reporter: Ashari Thahira

Editor: Sarah Dwi Ardiningrum

 

Also Read

Tinggalkan komentar