Biar kuceritakan mulianya pemimpinku di negeri indah ini
Melalui pena aku bebas
Karena nyatanya yang teriak lantang sudah tenggelam oleh kebisuan yang kelam beliau, para pemimpin itu…
Duduk di singgasana megah
Ucapan yang dulu manis sudah berbusa menjijikkan
Kuasanya hampa tanpa ada makna
Sekali mereka berkehendak, aturan diubah
Tiba-tiba mereka tuli ketika rakyat meraung meminta keadilan
“Aku tak mau dengar. Tutup saja gerbang istana!” ucap salah satunya pada antek-antek yang sama tak bernilainya
Wewenang dijadikan mainan Anggaran entah menguap ke mana
Dulu mereka menjanjikan kemajuan dan ketenteraman
Nyatanya yang maju adalah perut buncitnya yang kenyang akan kekuasaan
Nyatanya tentram hanya didapatkan oleh mereka dan para pemuasnya
Para wanita dibayar dengan uang rakyat untuk datang dengan senyum menggoda
Mengangkang di kursi kemewahan, katanya agar tidak suntuk
Ternyata mereka selipkan uang rakyat di ranjang hotel berbintang lima
Muak aku mendengar beritanya
Berapa banyak lagi aku harus keluarkan kertas untuk mengkritik pemerintahan busuk ini?
Berapa liter darah lagi yang harus keluar oleh para demonstran yang dibungkam?
Kami meneriakkan keadilan
Namun di balik gedung megah itu kalian menertawakan
“Bodoh sekali manusia-manusia ini.” Mungkin itu yang kalian ucapkan
Kami tahu sia-sia berteriak pada orang-orang yang tuli
Namun kami tak berhenti
Ada harapan meski lemah
Wahai Tuan dan Nyonya yang tak punya hati…
Tidak takutkah kalian ketika diadili nanti?
Rakyat yang ditelantarkan kembali menyerukan keadilan
Dan Tuhan akan berkata, “Pergilah ke neraka!”
Penulis : Kharisma Tsalsabila A