Aliansi Mahasiswa UGM melakukan aksi protes terkait kebijakan Iuran Pengembangan Institusi (IPI) dengan cara berkemah di halaman Balairung Universitas Gadjah Mada (UGM). Aksi berkemah yang dilakukan pada tanggal 27 hingga 31 Mei 2024 silam, akhirnya dibubarkan secara paksa oleh para petugas keamanan UGM.
Sesuatu hal yang unik terjadi di halaman Balairung UGM, terdapat tenda-tenda kemah terpasang. Berkemah di halaman Balairung UGM merupakan bentuk protes para mahasiswa UGM yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa UGM terkait persoalan IPI yang dirasa tidak masuk akal.
Dalam aksi berkemah tersebut, Aliansi Mahasiswa UGM menuntut penghapusan IPI atau uang pangkal tanpa syarat dan interval golongan Uang Kuliah Tunggal (UKT) ditambah menjadi 8 golongan.
IPI sendiri merupakan biaya yang dikenakan kepada mahasiswa sebagai kontribusi untuk mengembangkan perguruan tinggi. Hal ini sesuai dengan dikeluarkannya Permendikbud Ristek Nomor 2 Tahun 2024 mengenai Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi pada Perguruan Tinggi Negeri (PTN).
Dihubungi reporter Pabelan-online.com, Arga Luthfi selaku Menteri Aksi dan Propaganda (Aspro) Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Keluarga Mahasiswa (KM) UGM menuturkan bahwa isu-isu kemahasiswaan seperti UKT akan selalu dilakukan pengawalan secara terus menerus.
Arga menceritakan bahwa pada hari Jumat tepat lima hari aksi berkemah di halaman Balairung UGM, Prof Ova, Rektor UGM menemui langsung mahasiswa di halaman Balairung. Audiensi dilakukan secara terbuka antara rektorat dengan mahasiswa aksi.
“Namun audiensi berlangsung singkat karena pada saat itu jajaran rektorat menemui mahasiswa menjelang sholat Jumat dilakukan, tepatnya jam 11:30 WIB,” tuturnya, Senin (10/06/2024).
Arga melanjutkan bahwa hasil audiensi tersebut, pihak rektorat mengembalikan sistem UKT dan IPI UGM seperti tahun lalu yaitu terdapat 5 interval golongan UKT dan IPI berlaku pada mahasiswa jalur mandiri yang mendapatkan UKT golongan tertinggi dengan penghasilan orang tua diatas 20 juta.
“Jika melihat dua tuntutan yang diajukan oleh teman teman Aliansi Mahasiswa UGM tentunya belum (terpenuhi – red), karena sistem UKT dan IPI UGM hanya kembali seperti tahun sebelumnya,” tegasnya.
Terkait aksi lanjutan, ia menjelaskan bahwa ke depannya akan dilakukan menyesuaikan situasi dan kondisi, serta akan menggunakan cara-cara alternatif dan kreatif. Strategi yang akan dicoba yaitu berkonsolidasi kembali dengan cakupan yang lebih luas seperti melibatkan tendik dan dosen yang peduli terhadap isu UKT dan biaya pendidikan tinggi.
“Aksi lanjutan dengan pembuatan kajian yang disusun dengan melibatkan tendik dan dosen, dengan tujuan untuk menyerang lebih luas ke kebijakan nasional agar pendidikan tidak lagi dikomersialkan,” jelasnya.
Arga menilai, dampak aksi berkemah terhadap lingkungan kampus bisa dilihat dengan tersebarnya awareness untuk saling peduli terhadap sesama dan menekankan pentingnya pendidikan tinggi untuk semua kalangan. Model gerakan yang kreatif seperti ini lebih menarik simpati mahasiswa, yang kemudian berimbas terhadap banyaknya mahasiswa yang turut terlibat.
Menurut Arga, pendidikan tinggi seharusnya dapat diakses oleh semua kalangan. UGM dapat menjadi pelopor gerakan penggugat komersialisasi pendidikan, yang merugikan rakyat dan menjadikan akses pendidikan tinggi sulit dijangkau oleh semua kalangan.
“UGM sebagai kampus kerakyatan harus selalu ingat jati diri tersebut agar mendahulukan kepentingan rakyat,” tambahnya.
Arga mengajak seluruh civitas academica UGM untuk bersama-sama mewujudkan pendidikan tinggi yang sangat mudah diakses oleh semua kalangan. Menyerukan bersama-sama penolakan terhadap komersialisasi pendidikan tinggi yang dilakukan oleh pemerintah.
“UGM harus menjadi garda terdepan pencerdasan bangsa dengan memberikan pendidikan yang berkualitas dan mudah diakses oleh semua kalangan. Bakti Gadjah Mada untuk bangsa,” harapnya.
Dihubungi pada kesempatan berbeda, Agil Atmaja selaku peserta aksi menuturkan dirinya mengikuti aksi tersebut karena khawatir dengan isu uang kuliah yang semakin tinggi. Ia juga turut andil dalam merancang aksi bersama teman-teman Aliansi Mahasiswa UGM.
Agil menceritakan selama aksi dirinya merasa senang karena bisa berkenalan dengan teman-teman fakultas lain. Ditambah dengan penghematan pengeluaran untuk nongkrong karena dalam aksi berkemah tersebut tidak dipungut biaya.
“Yang paling senang sih bisa ketemu crush mas,” tuturnya sambil tertawa, Senin (10/06/2024).
Agil menjelaskan, bahwa terjadi semacam mediasi untuk meredam aksi oleh pihak Dekanat kepada mahasiswa. Lanjutnya, terdapat beberapa mahasiswa yang mendapatkan larangan dari pihak fakultasnya untuk mengikuti aksi berkemah tersebut.
“Kemudian kami melihat kembali kepada tujuan dan kondisi mental teman-teman yang lain, sehingga pada akhirnya kami tetap berkomitmen untuk mengawal isu ini tetapi dengan mencoba pendekatan yang lain,” jelasnya.
Agil berpendapat bahwa dialog yang dilakukan oleh Rektor pada Jumat silam, hanya untuk meredam aksi saja, bukan untuk menyelesaikan persoalan. Pihak Rektorat mengatakan akan mendiskusikan lebih lanjut mengenai penambahan golongan UKT, namun untuk penghapusan IPI secara keseluruhan tidak dapat dihapus.
“Saya harap kita tetap sadar bahwa pendidikan merupakan hak warga negara yang diamanatkan di dalam konstitusi, bukan komoditas yang harus dibeli,” pungkasnya.
Reporter: Bagas Pangestu
Editor: Aulia Azzahra