Pecundang
Kehidupan malam berjalan
Rembulan dan bintang bergelantungan
Angin berhembusan daun berguguran
Sayup sayup senandung rindu dilantunkan
Bersama melodi sunyi berhamburan
Diiringi tarian para Dewi malam
Perjamuan pesta dansa ini, sungguh menyejukkan
Menyejukkan jiwa yang takut akan ketidakpastian
Kemudian hidup kembali terasa hampa
Dikala riuh tangis meminta temu pada akhirnya
Menggenggam harap sembari menghitung beban
Melambungkan jiwa dalam ketidaktentraman
Rindu pada lara
Menjadi candu ketika lara itu menghampiri
Kenang pada luka
Menjadi kenang ketika luka itu pergi
Pagi yang datang
Secangkir lamunan telah tandas
Secarik kata yang kau tinggalkan
Masih ku ulang ulang hingga usang
Mentari mulai mendaki langit
Menghampiri harap diatas awan
Membangunkan, menggoyahkan lalu menghempaskan
Hingga ke dasar lautan dan takkan pernah timbul kepermukaan
Aku tertegun namamu terukir apik
Diatas batu manik manik
Lalu bunga bunga berebutan tuk tumbuh
Diatas jiwamu yang telah bersemayam dalam pusara
Aduhai begitu harum aroma ini
Seperti semerbak parfum yang kau kenakan
Menjadi candu disetiap pelukan
Menjadi waktu yang selalu ingin diulang
Tapi semua telah sirna
Takda lagi yang tersisa
Biarkan saja karena maut kan segera datang
Menjemput jiwa jiwa pecundang yang terkekang
Hilang
Gemintang yang indah
Bersama kelamnya malam
Sayup merasuk sukma
Duka yang tak dibawa pulang
Secercah cahaya menembus luasnya angkasa
Dipaksa untuk menerima kenyataan
Tak bisaku pungkiri separuh rasa hilang
Pergi, bersamamu ke alam abadi
Aku pandangi pusara
Bunga layu, kata tanpa aksara
Ketika aku pergi berkelana
Kau pergi berjumpa Sang Maha Kuasa
Aku murka, tapi tak punya kuasa
Semuanya telah terjadi, tak bisa dipungkiri lagi
Kita punya rencana
Tuhan punya takdir-Nya
Penulis : Bagas Pangestu
Mahasiswa Fakultas Agama Islam (FAI)
Universitas Muhammadiyah Surakarta
Editor : Anisa Fitri Rahmawati