Kiat-kiat Konkret untuk Menghadapi Pelaku Catcalling

LPM Pabelan

Maraknya kasus catcalling di lingkungan sekitar membuat kita perlu waspada. Peran aktif seorang korban untuk melaporkan pelaku kepada pihak berwajib sangatlah penting. Adanya laporan tersebut membuat pelaku dikenakan hukuman pidana.

Maka, untuk menjalankan peran aktif itu, kita harus memiliki kesadaran penuh agar kita tahu harus berbuat apa ketika berada pada situasi tersebut. Oleh karena itu, apabila terjadi suatu kejadian yang tidak diinginkan pada kita, dibawah ini terdapat beberapa kiat-kiat yang dapat kita lakukan dalam menyikapi hal tersebut.

 

  • Ambil sikap meremehkan pelaku

Cara itu bisa dipraktikkan dengan menyerang balik pelaku dengan ucapan sarkas. Misalnya, 

“Kenapa Mas? Kamu kira kamu mempesona apa gimana? Nanti saya viralkan di medsos, kamu nangis lho.”

“Kayak gitu tuh berharap apa, sih?”

“Kenapa sih Mas? Kayak dirimu bakal menarik perhatianku aja. Jelas kurang lah. Sejak awal aku sudah tahu ada kamu, tapi saya abaikan karena nggak ada yang menarik. Eh, malah sok-sokan manggil.”

  • Sikapi dengan angkuh 

Cara itu bisa dilakukan dengan bertanya balik, 

“Ada apa kok suit-suitin saya? Terbuai sama pesona saya, ya? Banyak yang gitu sih, jadi Anda nggak spesial itu. Sabar.”

“Nggak ada orang yang tertarik sama kamu kah, Mas? Kok sampai segitunya manggil-manggil saya, se-caper itu?”

“Ketimbang catcalling banyak orang dan bikin orang resah, mendingan kerja, cari duit, dan ningkatin value gitu.”

  • Tantang balik pelaku

Cara itu bisa dilakukan dengan menantang pelaku dengan perintah. Misalnya, “Apa tadi? Coba ulangi lagi catcalling-nya, ayo! Ini udah aku udah nanggepin lho. Giliran suruh ngulangin catcalling-nya kok melepek? Cemen amat!”

  • Menasihati pelaku

Agar seperti orang bijak, upaya menasehati pelaku mungkin bisa diterapkan. Misalnya, 

“Kamu tahu nggak, kalau yang kamu lakuin itu nggak boleh? Catcalling itu jelas-jelas mengganggu orang lain, dan itu bisa bikin korbannya merasa nggak aman dan nggak nyaman. Bisa mikir nggak sih? Coba bayangkan ibumu digituin, kamu rela?”

  • Dokumentasikan peristiwa

Semua cara di atas sebetulnya bisa dikombinasikan bersamaan sekaligus didokumentasikan. Jika kita berhasil mendokumentasikan wajah pelaku, maka kita punya otoritas lebih. Urusan selanjutnya apakah hendak diviralkan atau sekadar dilaporkan ke pihak berwajib, juga tidak masalah. Yang terpenting, kita sudah memiliki buktinya.

Hanya saja, serangkaian cara itu, bisa memicu amarah pelaku. Tapi, mereka pun belum tentu marah, bisa jadi, dia merasa bersalah dan bertobat.

 

Tapi, kalau marah betulan gimana?

Cara ini mungkin akan jauh lebih rumit, yakni dengan mendebatnya. Sejatinya, perdebatan yang tak terhindarkan karena amarah pelaku bukanlah hal yang mengerikan. Sering kali, korban sudah terlanjur takut terlebih dahulu dengan orang yang marah.

Padahal, korban bisa saja melayani amarah pelaku dengan mendebat, dan mendebat pun sebetulnya bukanlah cara yang sulit dan rumit. Toh, korban di pihak yang benar sekaligus dirugikan. Secara hitung-hitungan, korban bahkan sudah di atas angin. Sulit untuk disalahkan.

Manakala amarah pelaku catcalling yang telah kita respons dengan demikian lantas memuncak, kita bisa melayani mereka dengan, “Kenapa, Mas? Kok marah? Saya lho korbannya. Harusnya saya yang marah nggak sih? Aneh!”

Jika memang situasi sudah tidak terkendali, pelaku mulai main tangan dan berbuat hal yang tidak-tidak. Maka, yang bisa dilakukan korban, yakni melarikan diri, cari teman atau siapapun, datangi kerumunan orang dan berteriak meminta tolong.

Tapi, bayangan itu tak perlu dicemaskan secara berlebihan. Kemungkinan seperti itu hanyalah satu-satunya kemungkinan terburuk dari risiko membela diri. Artinya, kemungkinan buruk itu belum tentu terjadi. 

Sekali lagi, bisa saja, pelaku belum tentu akan marah dan boleh jadi juga, pelaku justru menyesali perbuatan bodohnya dan bertobat. Pelaku catcalling tidak boleh merasa menang. Jangan sampai membiarkan mereka merasa menang dan senang karena kita merasa kalah dan hanya bisa pasrah.

Serangkaian cara itu memang melelahkan dan tidaklah mudah. Oleh sebab itu, seperti yang ditekankan pada awal pembahasan, korban harus siap dengan berkesadaran penuh. Kemungkinan panik, takut, atau keringat dingin mungkin akan terjadi. Tapi, bagaimanapun, korban harus berusaha keras menghadapinya demi keselamatan dirinya sendiri.

Sebab, hanya dengan cara itulah, korban akan merasa menang, merasa lega, dan tidak ada penyesalan, karena telah berhasil membela dirinya sendiri. Hanya dengan membela diri lah, cara yang sehormat-hormatnya dan sehebat-hebatnya untuk melawan pelaku catcalling

 

Editor : Mariska Jasiaat 

Also Read

Tags