UMS, pabelan-online.com — Prabowo secara resmi mengumumkan pemisahan Kementerian Pendidikan menjadi tiga bagian dalam susunan Kabinet Merah Putih, yaitu Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah, Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi, serta Kementerian Kebudayaan. Kebijakan ini mendapatkan penilaian yang disinyalir kurang efisien.
Dilansir dari kompas.com, pengumuman susunan Kabinet Merah Putih dipimpin Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka disampaikan di Istana Merdeka, Minggu 20 Oktober 2024 malam.
“Prof. Dr. Abdul Mu’ti sebagai Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Prof. Dr. Satryo Soemantri Brodjonegoro sebagai Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi, dan Fadli Zon sebagai Menteri Kebudayaan,” ujar Prabowo dalam tayangan di YouTube Sekretariat Presiden, Minggu (20/10/2024).
Reporter dari pabelan-online.com berkesempatan mewawancarai Harun Joko Prayitno selaku Wakil Rektor 1 Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), untuk meminta tanggapannya. Menurut Harun, pemisahan kementerian ini bertujuan agar masing-masing bidang dapat lebih fokus menjalankan tugasnya.
“Pemisahan ini dimaksudkan untuk memaksimalkan kinerja di setiap bidang, tetapi ada unsur politis dan pemerataan sehingga dapat dinilai kurang efektif dan efisien,” tutur Harun, Senin (28/10/2024).
Harun juga mengungkapkan bahwa, pemisahan tersebut belum tentu berdampak langsung pada prasarana, mutu, dan kualitas pendidikan. Ia menyoroti kinerja dan sinergi antar kementerian yang dampaknya belum dapat dipastikan.
Ia menambahkan bahwa, pendidikan di Indonesia selama ini terpusat pada satu kementerian, sementara beberapa negara memisahkannya menjadi dua atau tiga kementerian.
“Sebagai contoh, di Uzbekistan pendidikan dipisahkan menjadi dua bagian, yaitu menteri pendidikan dan menteri riset serta inovasi,” jelasnya.
Menurutnya pemisahan kementerian menjadi tiga bagian ini kemungkinan akan memengaruhi Struktur Organisasi dan Tata Kelola (SOTK). Termasuk perubahan di Kementerian Eselon, serta visi, misi, dan logo, baik dalam jangka pendek, menengah, maupun panjang.
Di akhir wawancara, ia menyampaikan bahwa pemisahan tiga kementerian ini tampaknya belum berdampak pada mahasiswa yang studi di luar negeri. Hal ini berbeda ketika Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan masih menangani mahasiswa secara terpusat melalui Direktorat Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi.
“Diharapkan hal ini tidak akan berdampak langsung pada tata kelola perguruan tinggi. Semoga kementerian dan seluruh perguruan tinggi dapat lebih fokus berkoordinasi langsung dengan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi,” ujarnya.
Dalam kesempatan lain, reporter pabelan-online.com juga menghubungi Laila Etika Rahmawati, dosen Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP), UMS, untuk memperoleh pandangannya. Menurut Laila, pembagian kementerian ini dapat berdampak positif.
Laila berpendapat bahwa, pembagian ini akan memungkinkan konsentrasi yang lebih baik pada pendidikan dasar, menengah, pendidikan tinggi, dan kebudayaan. Ia juga menyoroti perubahan nama kementerian yang sebelumnya mencakup pendidikan tinggi, sains, dan teknologi.
“Saya merasa ada satu kata yang hilang, yaitu riset. Dulu, Kemendikbud Ristek adalah Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. Hal ini membuat saya bertanya-tanya, apakah riset akan berdiri sebagai kementerian tersendiri atau tidak,” ujarnya, Senin (28/10/2024).
Ia menjelaskan bahwa di perguruan tinggi, fokus utama adalah tri dharma, yaitu pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Oleh karena itu, ia merasa bahwa kata “riset” seolah hilang dalam perubahan nama kementerian yang baru ini.
Laila berharap pemisahan kementerian pendidikan dapat memberikan dampak positif dan mendorong ketiga kementerian tersebut untuk berkolaborasi dengan tujuan yang sama.
“Dengan begitu, diharapkan dapat membentuk karakter yang baik bagi generasi mendatang,” pungkasnya.
Reporter: Ferisa Salwa Adhisti dan Mariska Jasiaat
Editor: Ridhwan Nabawi