Persoalan Politik Memanas, Instabilitas Politik Dapat Berdampak pada Universitas

LPM Pabelan

Setelah rentetan persoalan negara dari melonjaknya harga bensin yang berulang kali, hingga Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang membuat keputusan hingga menyebabkan demo di mana-mana. Hal itu tentunya dapat mempengaruhi stabilitas politik, terlebih sepanjang satu dekade Presiden Joko Widodo.

Menyaksikan banyaknya persoalan yang berdampak pada stabilitas politik di Indonesia, berbagai daerah pun gencar menggelar aksi. Melansir dari kompas.com, Gerakan Rakyat Jawa Tengah (Jateng) melakukan aksi demo di depan gedung DPRD Kota Semarang hingga berakhir ditangkap oleh pihak polisi.

Berkenaan dengan hal tersebut di hari Kamis, 5 September 2024, reporter pabelan-online.com mewawancarai David Efendi selaku dosen Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), untuk membahas tentang bagaimana dinamika ketidakstabilan politik dapat mempengaruhi universitas.

Mulai dari yang paling mendasar, stabilitas politik itu bisa berupa apa atau bersifat bagaimana?

“Stabilitas politik itu bisa bersifat lokal nasional regional dan global karena kita di negara kesatuan yang memiliki kabupaten/kota, provinsi, dan pemerintah pusat. Masing-masing itu punya stabilitas politik yang bisa berbeda-beda, bisa juga sama. Tetapi faktor pusat sekarang lebih dominan, artinya kalau di pemerintah pusat stabil pemerintah daerah mungkin juga akan cenderung stabil.”

Faktor-faktor apa saja yang dapat mempengaruhi stabilitas politik?

“Secara umum stabilitas politik itu biasanya dipengaruhi oleh beberapa faktor, yakni stabilitas ekonomi, politik di tingkat global, dan ketika ada krisis global maka Indonesia juga akan terdampak. Inflasi ekonomi, barang-barang kebutuhan naik, membuat kepercayaan publik kepada negara semakin berkurang.”

Bagaimana hal itu bisa mempengaruhi, dan sejauh mana pengaruhnya?

“Pengaruhnya masyarakat banyak yang melakukan aksi protes, melakukan berbagai macam gerakan-gerakan, dan jika krisis ekonomi itu semakin parah akan berujung pada situasi yang sangat konflik, sangat tidak stabil, dan mengalami eskalasi di pemerintah pusat yang bisa saja berujung pada krisis kepemimpinan nasional.”

Bagaimana dengan gencarnya aksi demonstrasi oleh mahasiswa dan masyarakat?

“Demonstrasi dari kalangan mahasiswa dan masyarakat yang meluas akhir-akhir ini bukanlah fenomena yang baru. Demonstrasi selalu ada di setiap proses demokratis sebagai kekuatan demokratis, yang salah satu misinya adalah membangun solidaritas bangsa ketika ada persoalan yang dianggap tidak sesuai dengan konstitusi. Seperti akhir-akhir ini putusan MK yang binding final atau, final dan mengikat itu, ternyata mau diamputasi oleh DPR RI lewat rencana itu, walaupun gagal.”

Apa peran mahasiswa dan masyarakat dalam menjaga stabilitas politik negara?

“Jadi saya kira, kekuatan masyarakat sipil baik mahasiswa maupun masyarakat secara luas adalah pengingat negara agar tidak melenceng dari kiblat konstitusionalnya. Terutama kampus, yang punya pandangan etik, pandangan akademik, pandangan moral, sehingga menjadi pengingat bagi penyelenggara negara agar tidak lupa pada konstitusi.”

Apabila konstitusi saja diabaikan oleh penyelenggara negara, lantas bagaimana dengan peran kampus/universitas?

“Jadi fungsi pengingat, fungsi penjaga moral dunia kampus justru dianggap mengancam kekuasaan sehingga pimpinannya diingatkan atau diintimidasi secara halus maupun kasar. Praktik-praktik ini sudah lazim dilakukan di Indonesia, terutama menguat pada beberapa tahun terakhir ini. Kalau konstitusi itu tidak dihargai oleh penyelenggara negara, lalu apa fungsi pemerintahan jika pemerintahan sendiri tidak memperdulikan aturan main hukum yang berlaku?

Itulah fungsi penjaga moral dari kampus. Kampus harus selalu berada di nilai-nilai objektivitas, penjagaan moral etik bangsa, sehingga bangsa kita tidak masuk ke dalam jurang kehancuran yang dimulai dari krisis demokrasi konstitusional itu sendiri.”

Lalu bagaimana hal tersebut bisa berdampak pada universitas?

“Jika negara tidak stabil, pasti punya dampak baik secara langsung atau tidak langsung kepada akademik. Sederhananya, ketika banyak isu yang kontroversi, mahasiswa maupun dosen di kampus mungkin tidak konsentrasi dalam proses pembelajaran atau melakukan penelitian. Mereka juga punya panggilan moral untuk terlibat dalam misi penyelamatan nilai-nilai demokrasi dan berbangsa.

Namun apabila kekuasaan negara itu tidak fair, bisa saja suara-suara kampus, pimpinan-pimpinan kampus, justru malah diintimidasi dan diteror oleh penguasa. Ini yang tidak benar menurut saya.”

Apa langkah konkret yang dapat dilakukan manakala stabilitas politik ini mendampak universitas?

“Kampus tentu dengan disiplin ilmu masing-masing memiliki legitimasi, memiliki basis keilmuan untuk memberikan koreksi terhadap praktik penyelenggaraan kekuasaan yang menyimpang. Karena sesungguhnya, kekuasaan itu cenderung menyimpang sebagaimana kata Lord Acton, ‘Power tend to corrupt. And absolutely power, corrupt absolutely’.

Jadi semakin besar kekuasaan itu potensi menyimpangnya semakin besar. Di sinilah peran kampus dengan kebebasan akademik itu. Apabila kampus merasa otonominya terancam sebetulnya pihak kampus juga bisa berjaring dengan kampus-kampus lain untuk memiliki suara yang sama.”

Perlukah antar universitas berkolaborasi dalam skala yang luas demi menjaga stabilitas politik negara?

“Saya kira kolaborasi antar akademisi, antar kampus menjadi solusi dari memecah kebuntuan, memberikan kontribusi pada saat negara tidak berpihak pada keadilan hukum, penegakan hukum konstitusi, dan yang menjadikan banyak situasi tidak stabil. Di sinilah peran dunia kampus, mahasiswa, dosen insan akademika, civitas academica, semua harus gotong royong menyelamatkan negeri Ini dari kehancuran demokrasinya.”

 

Reporter: Muhammad Farhan

Editor: Ferisa Salwa Adhisti

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Also Read