Sejumlah PTS Ditutup, Tak Penuhi Standar Nasional Dikti

LPM Pabelan

Kampus merupakan lembaga penyelenggara pendidikan yang menjamin mahasiswa mendapatkan hak atas keberlangsungan aktivitas akademiknya. Akan tetapi tak jarang beberapa kampus melakukan tindakan penyelewengan pendidkan yang berdampak pada adanya penutupan perguruan tinggi tersebut. Hal ini tentunya akan berpengaruh pada keberlangsungan akademik mahasiswanya.

Melansir laman media suaramerdeka.com, Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristek Dikti) telah menutup sebanyak 23 kampus swasta di berbagai daerah Indonesia. Kebijakan tersebut dilatarbelakangi atas adanya pelanggaran administrasi berat yang dilakukan oleh Perguruan Tinggi Swasta (PTS) yang bersangkutan.

Reporter Pabelan-online.com berkesempatan mewawancarai Harun Joko Prayitno, seorang Wakil Rektor (WR) I Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) untuk membahas kebijakan penutupan kampus tersebut pada Selasa, 13 Juni 2023.

Bagaimana tanggapan Anda perihal sejumlah PTS yang ditutup oleh Kemenristek Dikti?

“Jadi fungsi daripada Perguruan Tinggi (PT) itu sebagai penyelenggara pendidikan, penelitian, pengabdian. Namanya Tri Dharma, konsepsi didalamnya tersebut semuanya harus bersumber pada standar mutu, proses mutu, dan budaya mutu.

Jika PT sudah mendapatkan peringatan satu kali, dua, hingga ketiga kali, (namun- Red) didalamnya itu juga masih terdapat praktik jual beli ijazah, jual beli beli gelar, serta tidak melaporkan tata cara pendidikan kepada pemerintah melalui sistem yang sudah ditetapkan, hal tersebut sangat wajar terjadi dan sangat beralasan.

Yang mana, ini merupakan suatu bentuk edukasi kepada penyelenggara pendidikan tinggi serta edukasi kepada masyarakat. Supaya dalam memilih lembaga Pendidikan tinggi harus dilihat dahulu standar, proses, budaya mutunya tadi, yang harus sesuai dengan peraturan pemerintah melalui Standar Nasional Pendidikan Tinggi (SN Dikti).”

Apakah kebijakan penutupan Sejumlah PTS tersebut merupakan langkah yang tepat?

“(Kebijakan penutupan kampus tersebut – Red) Merupakan salah satu bentuk edukasi kepada penyelenggara pendidikan tinggi dan masyarakat luas, karena masyarakat itu mudah sekali “dibodohi”. Sementara masyarakat itu juga mudah sekali dalam mengambil jalan pintas, saya kira ini langkah yang sangat tepat untuk edukasi terhadap kampus-kampus yang tidak bertanggung jawab. Teruntuk masyarakat saya himbau pilihlah PT yang telah sesuai ketentuan.”

Menurut Anda, bagaimana dampak dari kebijakan penutupan PTS ini?

“Dampaknya sendiri (pada – Red) mahasiswa. Jadi mahasiswa, masyarakat, orang tua, perlu lebih cermat didalam memilih PT dan cek betul apakah perguruan tinggi tersebut dari Proses Belajar Mengajar (PBM), Ujian Tengah Semester (UTS), Ujian Akhir Semester (UAS),  tata kelola, dan intergrasi akademiknya seluruhnya sudah benar. Supaya kejadian tersebut tidak memakan korban lagi terlebih mahasiswa yang terkena dampak penutupan kampus.

Solusinya, PT harus mengikuti proses mutu, standar mutu, budaya mutu. Seperti yang telah ditetapkan oleh pemerintah dan asosiasi. Karena dengan pengelolaan yang tidak benar tersebut telah menjerumuskan mahasiswa.”

Bagaimana pendapat Anda perihal yayasan PTS yang belum sepenuhnya bertanggung jawab terhadap mahasiswanya?

“Jika pengelola pendidikan tidak bertanggung jawab berarti sudah mengkapitalisasi pendidikan. Pendidikan sendiri suatu bentuk daripada “nirlaba”, akan tetapi jika pandangnya mengkapitalisasi, sehingga jadinya seperti itu niat dan minatnya yang terbentuk.

Jauh berbeda dengan Muhammadiyah, yang menghadirkan pendidikan sebagai bagian dari bentuk mencerdaskan bangsa dan mencerahkan semesta, dan tentunya berbanding terbalik dengan kampus yang telah ditutup. Jika niatnya kapitalisasi, maka hal tersebut menjadi kapitalisasi pendidikan.”

Bagaimana seharusnya bentuk pengawasan terhadap PTS yang dipilih?

“Dengan pengecekan dahulu pada PT tersebut statusnya aktif atau tidak, melalui sistem Pangkalan Data Pendidikan Tinggi (PDDikti), jika status PT tidak aktif jangan dipilih.
Penyebab tidak aktif itu banyak, tapi pastilah kampus-kampus tersebut tidak memenuhi salah satu standar yang ada dari sembilan standar pendidikan.
Pengecekan juga bisa melalui sistem informasi PT yang bersangkutan, termasuk dari hasil akuntan publik, pengguna, dan masyarakat luas.”

Bagaimana ketentuan PT yang baik dan berkualitas?

“Pertama, PT berpijak pada kaidah tata kelola pendidikan tinggi, sebagaimana telah diatur dalam rambu-rambu Standar Nasional Pendidikan Tinggi (SN Dikti) yang merupakan sebuah acuan standar minimal. Kedua, masing-masing perguruan tinggi harus berjalan baik dari standar, proses, kemudian budaya mutu tadi.”

Bagaimana peningkatan kualitas pendidikan di UMS?

“Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) sendiri kan mengacu pada tri dharma, catur dharma, dan panca dharma. Seperti di dharma keempat pada Al-Islam dan Kemuhammadiyahan (AIK), dharma kelima di Amal Usaha Muhammadiyah (AUM).

Jadi, UMS mengikuti standar minimal di SN Dikti itu, yang kemudian ditambah dengan standar-standar yang berciri khusus yang ditetapkan oleh UMS.

Oeh karenanya UMS menggunakan dua standar dan juga standar mutu UMS yaitu, AIK, Bahasa Inggris, Baitul Arqam Purna Studi (BAPS), Kuliah Kerja Nyata (KKN) Internasional, Outcome Based Education (OBE), dan Student exchange.”

Bagaimana harapan dan pesan yang ingin Anda sampaikan?

“Menghimbau dan menyerukan kepada pengelola dan penyelenggara Pendidikan Tinggi untuk dikelola sesuai dengan standar, proses, dan budaya mutu yang benar, baik yang telah ditetapkan pemerintah dan berdasarkan standar yang telah ditetapkan masing-masing PT.

Kedua, jangan mengkapitalisasi pendidikan. Ketiga, jangan mengambil kesempatan dan kesempitan, dan terakhir masyarakat harus dewasa dan terbuka wawasannya dalam memilih PT sebagai penyelenggaran Pendidikan Tinggi.”

Reporter: Shafy Garneta Maheswari
Editor: Aliffia Khoirinnisa

 

Also Read