Aksi “Indonesia Gelap Jilid 2” di DPRD Surakarta: DPRD Tolak Diskusi Terbuka

LPM Pabelan

Debat sengit antara Koordinator Media BEM SR Saiful dengan Ketua Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) DPRD Surakarta, YF. Sukasno. Mereka berdebat soal penggusuran warga Kentingan Baru. (20/3) Foto: Pabelan Online/Ifan Anshori

UMS, pabelan-online.com – Digelarnya aksi lanjutan di depan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Surakarta pada Kamis, 20 Maret 2025 adalah bentuk kekecewaan masyarakat terhadap DPR yang nekat mengegolkan RUU TNI yang dinilai mengabaikan resistensi publik. Selain menolak RUU TNI, massa juga menyoroti berbagai isu lokal.

Aksi unjuk rasa terjadi lagi di depan DPRD Surakarta, sehari setelah aksi Kuliah di Jalan yang menolak RUU TNI oleh mahasiswa UNS pada Rabu, 19 Maret 2025. Kekecewaan di kalangan masyarakat Solo kian menjadi-jadi setelah tuntutan yang disampaikan dalam aksi-aksi sebelumnya tidak kunjung membuahkan hasil yang signifikan, juga karena DPR RI yang nekat mengesahkan RUU TNI yang mendapat banyak resistensi publik.

Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Surakarta (UNSA) sekaligus Koordinator Pusat BEM Solo Raya (SR), Ridwan Nur Hidayat menegaskan bahwa aksi ini tidak hanya menolak RUU TNI yang memperluas kewenangan militer di ranah sipil, tetapi juga menyoroti sejumlah isu lokal, antara lain penolakan penggusuran warga Kentingan Baru, relokasi Pedagang Kaki Lima (PKL) Manahan, peredaran daging non-ternak, penertiban penyebaran miras di Solo, dan penolakan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSA) Putri Cempo.

Selain itu, kata Ridwan, kebijakan-kebijakan di awal periode Presiden Prabowo juga banyak sekali yang membuat cemas masyarakat di Indonesia. “Kita dari awal periode, sudah melakukan aksi-aksi masyarakat, kita menyuarakan, tetapi masyarakat tidak didengar sama sekali,” ucapnya dengan tegas saat diwawancarai di tengah kerumunan massa, Kamis (20/3/2025).

Ridwan juga menegaskan bahwa aksi ini tidak berorientasi pada fraksi politik tertentu, melainkan murni memperjuangkan hak rakyat. Ia menyoroti kinerja DPRD Surakarta yang dinilai minim perubahan. “Saat ini kita buktikan di DPRD Solo, tidak ada kinerja yang sangat signifikan,” kata Ridwan.

Massa mendesak agar DPRD menggelar diskusi terbuka di dalam gedung, tetapi permintaan ini ditolak dengan alasan keterbatasan ruang dan ketidaksesuaian fungsi. Ketua DPRD Surakarta Budi Prasetyo menegaskan bahwa mereka selalu terbuka untuk menerima aspirasi dari berbagai elemen masyarakat, termasuk mahasiswa. 

Budi menekankan bahwa keterlibatan mahasiswa dalam sistem perubahan itu penting, tidak hanya menyuarakan melalui aksi di jalanan. “Jadi kalau panjenengan hanya menyampaikan suara di luar, tetapi kedepan tidak masuk ke dalam sistem, perubahan yang panjenengan inginkan, saya kira mustahil akan dilaksanakan,” ujarnya di tengah-tengah massa aksi, Kamis, (20/3/2024).

DPRD Surakarta menegaskan bahwa mereka tetap berpegang teguh dengan pernyataan yang telah ditandatangani sebelumnya. “Tetapi Panjenengan harus tahu, bahwa ranah dan fungsi kami di DPRD seperti apa. Kalau mau berdiskusi secara lebih dan intens, saya kira perlu diskusi-diskusi secara tertutup,” ujar Budi.

Selain RUU TNI, penggusuran warga Kentingan Baru menjadi isu yang paling disorot. Para demonstran mempertanyakan kebijakan pemerintah yang dinilai belum memberikan solusi konkret bagi warga terdampak. Perdebatan antara demonstran dan perwakilan DPRD pun berlangsung sengit.

“Kalian sudah lama menjabat di DPRD Surakarta, tetapi isu lokal apa yang benar-benar kalian selesaikan? Mana buktinya? Tidak perlu bicara soal relokasi jika tidak ada bukti nyata!” cecar salah seorang peserta aksi.

Massa aksi sedang membentangkan spanduk bertuliskan kritik kepada pihak DPR, di depan Gedung DPRD Surakarta. (20/3) Foto: Pabelan Online/Ifan Anshori

Menanggapi hal itu, Ketua Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) DPRD Surakarta, YF. Sukasno, menegaskan bahwa proses relokasi warga Kentingan Baru telah dilakukan. Namun, massa aksi menuntut bukti nyata sebelum memercayai pernyataan tersebut.

Situasi kian memanas ketika Sukasno terpancing emosinya dan membalas tuntutan mahasiswa dengan nada tinggi. Sikapnya itu justru semakin memicu kekecewaan demonstran yang menuntut jawaban konkret.

Sebagai simbol kekecewaan, aksi di depan DPRD Surakarta diakhiri dengan penaburan bunga sebelum membubarkan diri. Massa demonstran menegaskan bahwa perjuangan mereka tidak berhenti di sini dan akan terus mengawal kebijakan yang dianggap merugikan rakyat.

Reporter: Mutiara Aisyah Maharani

Editor: Muhammad Farhan

Also Read