UMS, pabelan-online.com – Puluhan buruh dan mahasiswa menggelar aksi demo untuk memperingati Hari Buruh Nasional di titik nol kilometer Yogyakarta pada Rabu, 1 Mei 2024. Pada aksi ini para demonstran menuntut upah murah dan penolakan Undang-undang (UU) Cipta Kerja.
Seruan aksi tersebut dimulai pada pukul 08.00 dengan seluruh demonstran berkumpul terlebih dahulu di Tugu Jogja. Para demonstran terlihat membawa beberapa spanduk yang dibentangkan bertuliskan tuntutan demo.
Para demonstran melakukan seruan aksi tersebut dengan berjalanan kaki sekitar dua kilometer, dengan rute dimulai dari Tugu Jogja sampai menuju titik nol kilometer Yogyakarta. Dalam seruan aksi tersebut para demonstran menuntut beberapa tuntutan diantaranya, menuntut upah murah dan penolakan UU Cipta Kerja.
Di sela seruan aksi tersebut, Dinta Yulian selaku salah satu orator dalam aksi demo memperingati Hari Buruh Nasional menyatakan bahwa, tuntutan buruh yang paling utama adalah pencabutan UU Cipta Kerja atau Omnibus Law. Omnibus Law sangat berbahaya dan merugikan kaum pekerja dan buruh karena nilai pesangon, masalah kontrak kerja, masalah alih daya pekerja sudah tidak lagi menggunakan Undang-Undang Tenaga Kerja Tahun 2003 Nomor 13.
“Aksi ini menuntut penolakan UU Omnibus Law yang sempat dianulir oleh Mahkamah Konstitusi serta mendorong dan menuntut Pemerintah Daerah DIY dengan kewenangannya untuk meningkatkan pendapatan atau upah pekerja, membangun perumahan yang murah dan layak,” ujar Dinta, Rabu (01/05/2024).
Selain itu terdapat permasalahan di wilayah DIY, yakni terdapat 50% pekerja lepas di DIY yang tidak dilindungi dan tidak memiliki BPJS Ketenagakerjaan, menurutnya hal tersebut seharusnya menjadi perhatian khusus bagi pemerintah.
Para demonstran menuntut disahkannya Rancangan UU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga yang sejak 19 tahun lalu belum juga disahkan. Selama itu, pekerja rumah tangga tidak memiliki peraturan yang jelas tentang jam kerja dan aturan upah.
“Pemerintah jangan hanya fokus pada hal yang tidak urgen, Omnibus Law tidak sampai 1 tahun sudah disahkan, sedangkan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga tidak ada kejelasan sejak 19 tahun yang lalu,” sambungnya.
Menurutnya dengan adanya persatuan gerakan antara buruh dan mahasiswa, semoga masyarakat dapat lebih melek dengan realitas yang terjadi. Dengan begitu semoga persatuan tingkat mahasiswa dapat menjadi benteng terakhir kesadaran masyarakat.
“Mahasiswa harus mampu mendalami ilmu seluas-luasnya dan turun ke masyarakat untuk membagi ilmunya dan berperan aktif,” harapnya.
Gunawan Haramain, selaku partisipan aksi dari Forum Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) DIY mengatakan bahwa, buruh dengan pendidikan adalah satu kesatuan, sehingga mahasiswa harus ikut mengawal isu ini. Menurutnya, aksi tahunan ini bukan hanya sekadar satu momentum saja, namun harus menjadi satu gerakan kolektif untuk mengawal buruh yang selalu ditindas dan dieksploitasi di pabrik.
“Di May Day ini kami ikut menyatukan gerakan dengan kawan-kawan buruh. Dari jauh hari sudah ada rentetan kegiatan tentang May Day, ada diskusi, dan roadshow ke kampus untuk mempersiapkan momen 1 Mei,” ujar Gunawan, Rabu (01/05/2024).
Forum BEM DIY melibatkan 52 kampus yang tergabung secara struktural telah melakukan pendampingan bergerak bersama buruh. Mereka turut membantu buruh untuk menyuarakan upah Minimum Regional DIY yang sangat murah sehingga buruh tidak bisa mendapatkan kehidupan yang layak baik dari segi pendidikan maupun tempat tinggal.
Ke depannya, Gunawan berharap gerakan 1 Mei menjadi gerakan yang lebih solid dan menjaga spirit gerakan, karena buruh hari ini masih tertindas.
“Status buruh dan keluarga yang belum mendapatkan kejelasan dan jaminan kesejahteraan, serta anak buruh yang belum bisa mendapatkan pendidikan yang layak karena upah yang rendah, bisa segera teratasi,” tutupnya.
Reporter: Hasbiatullah dan Muhammad Farhan
Editor: Ferisa Salwa Adhisti