Mahasiswa Manokwari Tolak Program Transmigrasi, Mengancam Lingkungan dan Hak Masyarakat Adat

LPM Pabelan

UMS, pabelan-online.com – Universitas Papua (UNIPA) di Manokwari mengadakan aksi penolakan terhadap program transmigrasi yang diusulkan oleh Prabowo Subianto di Tanah Papua. Aksi ini berlangsung pada 4 November 2024 di kawasan Perkantoran Arfai.

Penolakan ini dilakukan karena program transmigrasi dinilai merugikan bagi penduduk asli Papua yang telah lama mendiami wilayah tersebut. Program ini dianggap tidak memberikan ruang bagi penduduk setempat untuk memperoleh hak-hak mereka, tetapi malah cenderung berpotensi merampas hutan dan aset yang mereka miliki. Akibatnya, dikhawatirkan memicu ketimpangan antara masyarakat Papua dan pendatang.

Untuk menggali lebih dalam, reporter pabelan-online.com menghubungi Yulianus Niko, mahasiswa UNIPA sekaligus koordinator aksi tersebut. Ia menyampaikan bahwa program transmigrasi ini justru memberikan dampak negatif bagi masyarakat Papua yang telah lama mendiami tanah tersebut.

Yulianus juga memperingatkan pemerintah untuk mengkaji ulang program tersebut, karena ia dan massa aksi menemukan banyak permasalahan terkait rencana itu.

“Kami menolak program ini karena dapat mengancam kelestarian lingkungan dan merusak kearifan lokal masyarakat adat,” ujarnya pada Sabtu (09/11/2024).

Selain dapat merusak ekosistem hutan, program transmigrasi ini juga akan mengganggu tatanan adat dan sosial masyarakat Papua. Ia menambahkan bahwa, lahan yang dimaksud merupakan tanah kosong yang masih harus diolah dari awal oleh masyarakat.

Menurutnya pemasalahan tersebut tidak hanya menyangkut tanah, namun juga berdampak pada terancamnya mata pencaharian masyarakat Papua. Hal itulah yang menjadi dasar utama mahasiswa dalam menyampaikan aspirasi kepada pemerintah agar menindak tegas rencana program transmigrasi.

“Perwakilan DPRD akhirnya turun menemui kami dan memberikan tanggapan terkait kejelasan penolakan kami terhadap rencana program transmigrasi ini, meskipun belum ada kepastian apakah program tersebut akan dihentikan. Perwakilan DPRD juga menyebutkan dalam dua minggu akan dibahas lebih lanjut bersama mahasiswa dan Masyarakat. Kalau tidak ada respons dari pemerintah, kami akan turun aksi lagi sampai aspirasi kami terjawab,” tegasnya.

Boas Bastian Sumel, Ketua Majelis Permusyawaratan Mahasiswa (MPM), juga menyampaikan bahwa rencana program transmigrasi ini berpotensi memicu konflik besar karena berdampak negatif bagi masyarakat setempat. Menurutnya, program ini lebih baik ditiadakan, mengingat dampak buruk dari transmigrasi sebelumnya.

“Rencana program ini seharusnya ditiadakan, tidak perlu ada transmigrasi lagi,” tegasnya pada Minggu (10/11/2024).

Ia menambahkan, pihaknya berharap pemerintah lebih terbuka terhadap masyarakat setempat dalam merencanakan program semacam ini. Jika tidak segera diatasi, program transmigrasi dikhawatirkan akan menimbulkan dampak berkepanjangan yang mengancam stabilitas wilayah.

“Harapan terbesar saya adalah program transmigrasi ini ditiadakan saja,” harapnya.

 

Reporter: Aisyah Noor Rochmah

Editor: Ferisa Salwa Adhisti

Also Read

Tags