Tak Ada Anggaran Khusus, Tukin Dosen Tak Jadi Perhatian

LPM Pabelan

Pabelan-online.com – Pembayaran Tunjangan Kinerja (tukin) untuk dosen sejak 2020-2024 terkendala dan tidak bisa dicairkan. Para dosen menyarankan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) untuk berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) terkait penganggaran tukin dosen 2020-2024.

Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi Satryo Brodjonegoro tidak merespons ketika dihubungi oleh reporter Pabelan-online.com. Sekretaris Jenderalnya, Togar Simatupang menjelaskan alasan tukin tidak pernah cair, hal tersebut dikarenakan memang tidak ada penganggaran khusus, sehingga tidak ada proses birokrasi yang semestinya dan sudah tutup buku.

“Yang dijadikan acuan oleh mereka adalah Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 4 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Tinggi dan Pengelolaan Perguruan Tinggi, disini jelas bahwa Pasal 3, ayat 1, huruf e memberikan batasan bahwa hanya PTN yang belum memberikan remunerasi yang dapat menerima tukin.” ujar Togar, Jum’at(14/02/2025)

Togar mengungkap bahwa semua dosen mendapat tukin itu pun tidak mengikuti peraturan dan tidak memenuhi asas keadilan. Perguruan Tinggi Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTN-BH) yang memiliki remunerasi, terutama insentif, tidak seharusnya mendapatkan tukin yang menjadi ganda. Ketua Badan Anggaran (Banggar) telah menyediakan 2,5 triliun untuk dosen di PTN Satker, dosen yang dibantu Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDikti), dan dosen Badan Layanan Umum (BLU) yang belum dapat remunerasi.

“Ini adalah kebijakan yang dipilih oleh pimpinan dan harus dihargai. Angka ini tentunya harus dicukupkan untuk yang berhak dan tepat sasaran.” ungkap Togar.

Togar menegaskan, tukin itu bukan hak absolut, melainkan hak bersyarat. Selain itu, juga tidak ada persoalan tukin di Undang Undang (UU) Aparatur Sipil Negara (ASN) no. 20 tahun 2023.

“Jadi, tukin harus prudent (bijaksana-red) diadakan dengan syarat kebijakan reformasi birokrasi dan kinerja serta tergantung ruang fiskal.” ujarnya.

Sementara itu, mengacu pada keterangan siaran pers oleh koalisi Dosen Universitas Mulawarman yang terdiri dari 125 dosen, sejak dikeluarkannya peraturan tentang tukin sampai detik ini dosen Aparatur Sipil Negara (ASN) kementerian Pendidikan Tinggi dan Sains Teknologi (Kemendikti Saintek) belum mendapatkan hak tukin tersebut sebagaimana layaknya ASN lainnya. Sejak 2020, dosen ASN mengalami diskriminasi, sementara dosen di kementerian atau lembaga lain yang berhak atas tunjangan kinerja justru berlomba menaikkan tukin pegawai mereka.

Keputusan Kemendikti Saintek itu dipandang telah menunjukkan sikap pemerintah yang menciderai hak asasi dosen. Pasalnya, tukin merupakan bagian dari kesejahteraan dosen yang tidak bisa dinegosiasi. Kendatipun ada wacana bahwa Pemerintah akan mencairkan Rp 2,5 triliun untuk tukin untuk para dosen yang berstatus ASN di bawah Kemendikti Saintek.

Koalisi itu menuntut pemerintah agar memenuhi hak seluruh Dosen ASN untuk mendapatkan hak tukin tanpa membedakan status perguruan tinggi dari PTN BH, BLU, maupun Satker. Kemudian melakukan pembayaran hak tukin yang sesuai dengan besaran kelas jabatan fungsional dosen. Kepada Kemenkeu agar mengakomodir hak tukin dosen ASN tanpa terkecuali (tukin for All), dan kepada Kemendikti Saintek untuk membayarkan hak tukin Dosen ASN sejak Tahun 2020.

Joko Budiwiyanto selaku dosen Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta, menyatakan bahwa mereka tak pernah menggelar demonstrasi karena para dosen itu masih sabar untuk tidak terburu-buru meminta haknya, meski kewajibannya sudah dilaksanakan. Mereka menuntut persamaan hak, karena para dosen di kementerian lain, seperti Kemenag, Kemenkeu, Kemenhan, Kemenperin dan kementerian lain, tukinnya sudah dibayarkan sejak tahun 2020 bahkan sudah ada yang merapel untuk tahun sebelumnya.

Kemendikbudristek sebenarnya sudah mulai mendata dosen mengenai jumlah dan jabatan di masing-masing perguruan pinggi. Kemudian, pada tahun 2024 akhir turun Kepmen 44 tahun 2024 tentang karier, jabatan, dan kelas jabatan dosen, serta besarnya tukin dosen. Namun, Kepmen 44 tahun 2024 itu belum dibarengi dengan pengajuan anggaran tukin melalui Kemenkeu.

“Yang seharusnya sudah dianggarkan oleh Kemendikbudristek untuk pembayaran tahun 2025, ternyata belum dianggarkan sampai terjadi perubahan nomenklatur dari Kemendikbudristek dipisah menjadi tiga kementerian.” ujar Joko, Kamis(13/02/2025).

Ia menyarankan agar Kemendikbudristek perlu berkoordinasi dan berkomunikasi dengan Kemenkeu untuk bisa menganggarkan tukin dosen 2020-2024. Agar tukin ini bisa disetujui, tentunya juga berproses secara politik melalui DPR.

“Mengingat hak kami ini sudah diatur dalam undang-undang ASN dan sangat merugikan para dosen.” ucap Joko dengan tegas.

Mengenai kondisi mereka selama ini, para dosen harus melakukan kerja sambilan di luar tugasnya untuk menambah penghasilan agar cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Mereka kemudian banyak yang bekerja di luar jam kerja, seperti ada yang menjadi ojek online, membuat desain, freelance, mengajar les privat, dan membuka bimbel.

“Contoh, dosen baru pendidikan S2 golongan III/b hanya menerima gaji per bulan sekitar 2,8 juta, kalau sudah Asisten Ahli, baru dapat tambahan Rp 370 ribu. Sedangkan tenaga kependidikan (tendik), sama-sama pegawai baru, mereka dapat gaji pokok yang sama, tunjangan jabatan dan langsung dapat tukin yang sangat besar sesuai dengan klas jabatannya.”

Di akhir wawancara Joko berharap tukin ini tetap dapat dibayarkan dengan prioritas di tahun 2025 dulu. Selanjutnya dapat mempertimbangkan kembali penganggarannya dan dapat membayarkan tukin 2020-2024 secara bertahap sesuai kemampuan keuangan negara.

“Karena hal ini sudah menjadi hak bagi para dosen sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku, dan para dosen ini sudah bekerja keras demi mencerdaskan anak-anak bangsa dan kemajuan Indonesia yang sangat kita cintai ini.” harap Joko.

Reporter: Tsabita Inas Fathina Rahma

Editor: Bagas Pangestu

Ilustrasi: Syahda Ekayaniputri Anwarawati

Also Read