Berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 4 tahun 2009 bab III pasal 4, Mineral dan Batubara (Minerba) sebagai Sumber Daya Alam (SDA) tak terbarukan yang merupakan kekayaan nasional dan dikuasai oleh negara untuk sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat. Namun, UU tersebut diusulkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk diubah, salah satunya adalah mengenai pemberian izin kepada perguruan tinggi untuk mengelola tambang.
Sebelumnya, pada tahun 2024 menjelang kepemimpinan Presiden Jokowi usai, pemerintah memberikan Izin Usaha Pertambangan (IUP) kepada Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) Keagamaan. Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024 tentang Perubahan atas PP Nomor 96 Tahun 2021. Kini, Revisi UU Minerba yang diusulkan DPR pun menuai banyak polemik di kalangan publik.
Dosen-dosen dari berbagai perguruan tinggi telah menyerukan ketidaksetujuan atas RUU tersebut. Pada Jumat 14 Februari 2025, reporter Pabelan-online.com berkesempatan untuk mewawancarai Absori, salah satu Guru Besar Ilmu Hukum, Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) untuk mengetahui sikap kampus.
Bagaimana tanggapan Anda mengenai pemberian izin pengelolaan tambang kepada perguruan tinggi?
“Pemberian izin untuk perguruan tinggi ini kan, idenya dari DPR dalam rangka melaksanakan inisiatif perubahan RUU Minerba itu. Saya pribadi tidak setuju jika perguruan tinggi diberi izin usaha pertambangan karena beresiko terhadap independensi perguruan tinggi itu sendiri.”
Sampai manakah ranah perguruan tinggi?
“Perguruan tinggi itu kan ranahnya bukan persoalan pragmatis, tetapi saintifik. Idealisme keilmuannya harus dijaga. Riset perguruan tinggi harus menghasilkan solusi persoalan pertambangan, khawatirnya kalau perguruan tinggi dikasih usaha pertambangan akan terjebak dalam persoalan pragmatis. Kalau seperti itu, agak repot perguruan tinggi dalam menjaga idealismenya.
Ya memang, perguruan tinggi perlu yang namanya teaching factory (model pembelajaran-red), tapi ranahnya pembelajaran bukan profit.”
Apakah ini menjadikan pemerintah lepas tanggung jawab terhadap pendidikan?
“Ya, bisa saja. Pemerintah selama ini kan mau mengurangi (anggaran-red).
Sebenarnya niat konstitusi 20% itu sudah cukup untuk biaya pendidikan. Tapi pelan-pelan diambil untuk program-program yang lain. Pelan-pelan pemerintah menjadikan perguruan tinggi sebagai institusi private, sehingga mau melepaskan diri dari tanggung jawab sebagai pengayom dari pendidikan.
Ya sudahlah kembali pada konstitusi kita bahwa anggaran itu dialokasikan untuk investasi Sumber Daya Manusia (SDM)
Ya dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang anggarannya boleh diperoleh dari tambang, tapi itu negara yang ambil alih, yang menguasai Badan Usaha Milik Negara ( BUMN)-nya. Maka BUMN tidak boleh rugi, BUMN harus untung. Kalau sekarang, BUMN banyak rugi karena manajemen pengelolaannya kurang pas.”
Apakah nanti setelah diketok palu, pengesahan RUU Minerba itu akan memengaruhi tujuan pendidikan tridarma?
“Sebenarnya gak lah. Perguruan tinggi tetap fokus pada riset. Kalau memang ternyata diketok palu dan ternyata tidak ada yang menolak, masyarakat sipil juga biasa saja, enggak ada nolak, dan kalaupun demo hanya direspons, ya biasa-biasa saja, ya kita fokus saja pada penelitian.
Saya sudah meneliti tambang itu di Kalimantan Timur—dampaknya terhadap lingkungan dan itu rusaknya luar biasa. Dan saya terbitkan di juru latih rasional bereputasi.”
Adakah bedanya dengan tridarma Perguruan Tinggi Muhammadiyah?
“Kalau di perguruan tinggi itu kan tridarma. Kalau di Muhammadiyah itu kan catur darma serta ada Al Islam dan Kemuhammadiyahan (AIK). Misinya itu kan memberikan semacam rahmat sekeliling alam. Supaya alam itu memberikan rahmat, makmur, sejahtera, dan adil. Kalau dirusak, ya harus bicara, harus ikut aksi untuk menolak. Jadi, tridarma tetap jalan.”
Lantas bagaimana UMS menyikapi hal ini?
“Saya belum mengetahui sikapnya bagaimana. Sebaiknya UMS juga punya sikap, karena di UMS banyak pakar-pakar lingkungan dan pakar-pakar sumber daya.
Tidak sulit membuat statement asal UMS berani. Karena kemarin baru saja pemilihan rektor, mungkin agak adem ayem, cooling down dulu sehingga belum ada statement.”
Menengok persoalan ini, baiknya bagaimana?
“Silakan kalau mau direvisi, tapi urgensinya apa? Karena perguruan tinggi, menurut saya tidak perlu dikasih izin usaha pertambangan. Kalaupun ada, itu bagi perguruan tinggi yang memang punya fakultas-fakultas di bidang pertambangan dalam rangka teaching factory atau dalam rangka research.
Nah, konsekuensinya supaya tidak seperti sekarang, anggaran APBN yang 20% itu jangan dikurang-kurangi terus. 20% itu harus diberdayakan untuk perguruan tinggi dan untuk pendidikan dasar menengah, sehingga masyarakat kita menjadi sejahtera melalui SDM yang baik.”
Reporter: Viona Riana Sari
Editor: Aulia Azzahra
Ilustrasi: Syahda Ekayaniputri Anwarawati