Roman Cerita Rakyat dalam Alih Wahana

LPM Pabelan

Cinta Jaka Budug untuk Kembangsore

 

Jaka Budug seperti punguk merindukan bulan

Cinta semurni embun pagi tak dihiraukan

Meski dengan semangat api yang menyala

Belum sanggup mencairkan gunung salju

Pria itu masih belum menyerah

Sebelum api itu benar-benar padam

 

Di suatu petang, Kembangsore mengajukan syarat

Agar Jaka Budug bertapa empat puluh malam

Dengan memakai cikrak di kepalanya

Meski tampak menyedihkan, pria itu menyanggupi

Karena atas nama cinta, tiada yang mustahil dilakukan

 

Angin berembus sepoi-sepoi

Sudah lewat sehari Jaka Budug menjalani tapa brata

Kembangsore berusaha untuk membangunkan

Akan tetapi hasilnya nihil, pria itu tak memberi jawaban

ditangekke kok mung jegidegwae, koyo watu.

(“dibangunkan kok hanya diam saja, seperti batu.” –red)

Kata-kata itu berujung penyesalan

Jaka Budug tak bergerak untuk selamanya

Kembangsore memilih hidup sebagai perawan tua

 

*Berdasarkan cerita rakyat dari daerah Tulungagung, Jawa Timur.

 

Maafkan Aku Sekartaji

 

Aku bersama Sekartaji

Dan Panji Asmarabangun

Menyinggahi kelebatan Gunung Wilis

Berteman sunyi menenggelamkan

Dan penduduk pribumi tak ramah

 

Tak berselang lama

Seperti tamu lancang tak permisi

Penyakit datang pada Sekartaji

Aku pun berusaha mencari ramuan

Menyusuri rimbun hutan sendiri

 

Tanpa sadar, aku terpelosok kejamnya jurang

Bayangan Sekartaji melambai di pikiran

Sampai tetes pilu turun menderas

Mewujudkan air terjun menawan

Yang alirannya memecah perbukitan

 

“Maafkan aku Sekartaji, sebab belum mendapat ramuan untukmu,”

Kataku mengucap perpisahan

Sekartaji dan Panji Asmarabangun

Terdengar memanggilku dari kejauhan

 

*Berdasarkan cerita rakyat ‘Air Terjun Roro Kuning’ dari daerah Nganjuk, Jawa Timur.

 

Aura Kemarahan Lembusura

 

Di bumi Majapahit ini

Tiada yang lebih menawan daripada wajahku

Akan tetapi, sejak lama, tiada yang mau meminangku

Langit mulai senja seperti usia ayahku

Dibuatlah sayembara untuk mencari pendamping setia

 

Meregang busur Garudayaksa

Dan mengangkat Gong Kyai Sekardelima

Semua pangeran ingin menaklukannya

Seperti menegakkan benang basah

Semua usaha berakhir sia-sia

 

Pria berkepala banteng (Lembusura) datang

Dalam satu percobaan saja

Dia berhasil memenangkannya

Hatiku bagai cacing kepanasan

Mencari cara untuk menggagalkan pernikahan

 

Siasat jahat tumbuh di pikiran

Aku memintanya membuat sumur di kawah gunung

Dan prajurit kuperintah menimbunnya dengan bebatuan

 

Teriakan Lembusura menggema

Memancar aura kemarahan

Tiba-tiba mendung tebal menutupi sekitar

Perut bumi mulai bergejolak

Dan memuntahkan segala isinya

 

*Berdasarkan cerita rakyat dari daerah Kediri, Jawa Timur.

 

 

Penulis: Agus Sanjaya

Mahasiswa Aktif Program Studi Pendidikan Ekonomi Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan Persatuan Guru Republik Indonesia Jombang

 

Editor: Anisa Yuliana Pertiwi

Also Read