Pemilwa, kata yang amat sering terdengar ketika para organisasi mahasiswa sudah hampir berada di ujung masa bakti. Pemilwa menjadi miniatur pesta demokrasi bangsa di lingkungan kampus dan juga sebagai suatu bentuk pendidikan politik dan demokrasi bagi mahasiswa. Pemilwa Kama UMS berisikan pemilihan Lembaga Legislatif (DPM-U) dan Lembaga Eksekutif (Presidan dan Wakil Presiden Mahasiswa).
Pemilwa yang merupakan miniatur dari pemilu di negara kita ternyata tidak hanya sekedar sistemnya saja yang sama, warna politik dan situasinya pun tak lebih sama pula. Solusi dan gagasan yang bertebaran pun menjadi salah satu persamaan. Aspek prosedural dan mekanisme pemilihan menjadi bahasan yang cukup penting selain dari gagasan dan solusi yang diobralkan oleh para calon. Pelaksanaan sop dan mekanisme menjadi hal yang sangat sensitif pada masa Pemilwa seperti ini.
Aktor dari pesta demokrasi ini, yaitu KPUM menjadi suatu jalan bagi para individu yang ingin melebarkan sayap politiknya. Maka tak jarang, posisi netral dari KPUM selalu menjadi bahan gunjingan baik dikalangan mahasiswa maupun kelembagaan mahasiswa yang lain. Ini menjadi problematika yang cukup panas dan hal ini selalu terjadi setiap Pemilwa.
Hal ini menandakan sarat kepentingan, kontestasi kekuasaan, dan popularitas semata sangat tampak pada Pemilwa. Sehingga mahasiswa umum hanya menjadi kawanan kerbau yang digiring sedangkan nilai pendidikan politik sendiri terabaikan.
Sosialisasi serta minimnya transparansi informasi menjadi suatu permasalahan yang serius. Dari segi keanggotaan KPUM pun bisa disorot dengan adanya ketidak merataan dari susunan KPUM saat ini. Dari 12 fakultas hanya terdapat 5 fakultas yang sekarang menjadi KPUM, pada pasal 8 UU Pemilwa telah disebutkan bahwa anggota KPUM terdiri dari satu orang perwakilan dari setiap fakultas.
Ini menunjukkan bahwa adanya indikasi ketidaksiapan dalam melaksanakan Pemilwa. Koordinasi dengan ormawa di fakultas pun terasa kurang ketika melihat masalah ini yang seakan memperlihatkan bahwa ada sesuatu yang ditutup-tutupi. Ada apa dengan suasana UMS saat ini?
Timeline Pemilwa yang mundur dengan tanpa adanya penyampaian informasi, padahal sudah jelas di ADART Kama UMS pasal 40 “Presiden Mahasiswa dan DPM harus menyelenggarakan Pemilihan Umum paling lambat bulan Oktober dan mensosialisasikannya kepada mahasiswa”. Sedangkan Pemilwa baru akan diadakan bulan November dan juga tidak ada press release resmi dari BEM U ataupun DPM U terkait hal ini. Juga masih banyak lagi problematika-problematika yang belum terselesaikan dan Pemilwa tahun ini pun terasa dipaksakan.
Kondisi politik kampus seperti ini telah ditunjukkan oleh kondisi politik negara kita, bagaimana sistem perpolitikan yang kacau, cacat, dan banyak celah seperti ini melahirkan sistem pemerintahan yang buruk. Dengan Pemilwa yang berjalan sistematis, kondusif, dan baik akan mampu membawa perubahan sistem perpolitikan saat ini. Tidak hanya di lingkungan kampus tapi ini juga bisa menjadi efek domino sebagai bentuk dari cikal bakal perubahan ke arah yang lebih baik.
Baca Juga : Kurang Komunikasi, DPM FEB Keluarkan Memorandum Kepada BEM FEB UMS
Penulis : Roy (Nama Pena)
Mahasiswa Aktif Universitas Muhammadiyah Surakarta
Editor : Mulyani Adi Astutiatmaja