Pencabutan Surat Edaran Pembatasan Ormawa UPI Sudah Tepat

LPM Pabelan

Pembatasan jumlah organisasi mahasiswa (ormawa) oleh pihak UPI pada mahasiswa, itu berarti telah membatasi pula ruang gerak mahasiswa untuk terus mengembangkan potensi-potensi dan skill mereka. Hal ini jelas bertentangan dengan fungsi pokok hadirnya ormawa di kampus.

Secara fungsional, ormawa berfungsi sebagai wadah bagi mahasiswa untuk mengembangkan diri mereka di luar kegiatan akademik. Selain itu, ormawa juga berperan sebagai wadah penyaluran aspirasi mahasiswa. Membatasi hal itu, berarti pihak kampus telah merenggut kebebasan pergerakan mahasiswanya.

Kata salah seorang pihak UPI, Didi menyatakan kekhawatirannya bahwa terlalu banyak aktivitas kemahasiswaan pada masa adaptasi dapat menyebabkan mahasiswa baru kelelahan secara fisik dan mental.

Pernyataan itu sepintas tampak masuk akal, karena menunjukkan kepedulian dan empati pihak kampus kepada mahasiswa baru. Bahwa adanya ormawa, bagai momok yang dapat membuat mahasiswa barunya kelelahan fisik dan mental, sehingga harus dibatasi.

Padahal, jika ditengok dari benefitnya, hadirnya ormawa di universitas jauh lebih banyak ketimbang mudaratnya. Mahasiswa yang tak terlalu piawai atau mampu dalam akademik dapat menyalurkan bakat atau kelebihannya di suatu ormawa.

Ormawa hadir supaya yang berprestasi tak melulu diukur dari yang memiliki akademik yang bagus, karena prestasi atau kelebihan mahasiswa memang tak selalu terdapat pada akademiknya. Mereka yang tak memiliki kelebihan pada bidang akademik, juga berhak mendapatkan wadah untuk menyalurkan bakat atau kelebihan non-akademiknya.

Meski tak dapat dipungkiri akan adanya kasus-kasus penerapan sistem dan kultur kerja rodi pada sejumlah ormawa, tapi, tentu tak semua ormawa demikian. Tak semua ormawa menerapkan sistem dan kultur yang kolot dan rodi.

Lagi pula, jika penyebabnya adalah kekhawatiran manakala terlalu banyak aktivitas kemahasiswaan pada masa adaptasi, yang ditakutkan akan menyebabkan mahasiswa baru kelelahan secara fisik dan mental, maka solusinya adalah meregulasi ulang aktivitas ormawanya. Bukan malah membatasi jumlah ormawa. Solusi yang demikian hanya akan seperti membakar seluruh ladang padi demi membasmi seekor tikus.

Maka, keputusan pihak rektorat untuk mencabut surat edaran itu sudah tepat agar dalam menyelesaikan masalah, bukan dilakukan dengan memunculkan masalah baru. Hanya saja, ormawa juga tak sepenuhnya benar jika dalam aktivitasnya terlalu berlebihan sampai mengabaikan kesehatan anggotanya. Mahasiswa baru memang perlu dididik untuk beradaptasi di lingkungannya yang baru.

Namun, bukan berarti lantas berlaku semena-mena sehingga malah membuat mereka kelelahan baik secara fisik maupun mental. Lagipula, persepsi mahasiswa akan ormawa yang hanya mengganggu perkuliahan dan eksploitatif hanya akan membahayakan ormawa itu sendiri di masa mendatang. Maka, untuk ke depannya, seluruh ormawa harus lebih bijaksana dalam meregulasi aktivitas pergerakannya.

Alasannya, setiap ormawa memang sudah semestinya berbijaksana dalam meregulasi aktivitasnya demi ormawa itu sendiri. Supaya nantinya, cap bahwa ormawa itu tidak berguna dan eksploitatif bisa dihapus dari benak kebanyakan mahasiswa saat ini. Selain itu, persepsi citra ormawa yang positif nantinya juga akan memberikan keuntungan bagi ormawa itu sendiri, agar ormawa terhindar dari krisis organisasi lantaran tak adanya calon anggota baru.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Also Read

Tags