UMS, pabelan-online.com – Kasus kekerasan seksual yang terjadi di Universitas Alaudin Makassar (UINAM) menjadi sorotan publik. Kasus ini bukan kali pertama terjadi di UINAM, namun tetap saja tidak ada tindakan tegas dari pihak kampus.
Kasus kekerasan seksual kembali terjadi di lingkungan perguruan tinggi UINAM. Sesuai dengan rilis pers dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar pada tanggal 8 Oktober 2024 kasus kekerasan ini terjadi pada perguruan tinggi UINAM. Dalam rilis pers tersebut, LBH Makassar telah mendapatkan permohonan bantuan hukum terhadap kasus kekerasan seksual di UINAM, setidaknya ada empat kasus tercatat sejak Maret 2023 hingga Januari 2024.
Melansir dari metrotvnews.com, Nunuk Parwati Songki selaku Staf Perempuan, Anak, dan Disabilitas LBH Makassar menjelaskan bahwa, satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di UINAM tidak berjalan dengan baik. Dengan belum diberikannya sanksi kepada pelaku kekerasan seksual menjadi bukti jelas ketidaksesuaian fungsi satgas PPKS itu sendiri.
Pihaknya sangat menyayangkan adanya kasus kekerasan seksual di UIN Alauddin Makassar. Padahal sudah ada tiga aturan terkait tindak pidana kekerasan seksual seperti undang-undang tindak pidana kekerasan seksual yang sudah disahkan sejak 2022.
“Artinya UIN Alauddin Makassar punya tiga aturan yang seharusnya mendorong, atau membatasi, atau memberikan ruangan aman kepada seluruh sivitas akademik di dalam kampus terkait pencegahan dan penanganan kekerasan seksual,” ujarnya, Rabu (09/10/2024).
Dihubungi reporter pabelan-online.com, Darussalam selaku Wakil Rektor 3 (WR 3) UINAM tidak menanggapi ajakan wawancara hingga berita ini diterbitkan. Menanggapi isu kekerasan seksual tersebut, Nurrahman Hariyadi selaku Ketua Dema Fakultas Ushuluddin dan Filsafat mengatakan bahwa, isu kekerasan seksual di UINAM bersifat privat.
Kabar mengenai isu kekerasan seksual tersebut kurang tersebar luaskan. Namun ia menyebutkan bahwa disaat LBH Makassar mengadakan konferensi pers, isu tersebut langsung tersebar luas dan membuat publik gempar.
Ia menyampaikan kemirisannya terhadap regulasi di UINAM, terlebih pada penanganan kasus kekerasan seksual yang terkesan masih kurang. Hingga saat ini UINAM belum memiliki satgas PPKS, namun terdapat Unit Layanan Terpadu (ULT) yang menangani kasus kekerasan seksual selama ini.
“Mengenai regulasi, sudah ada yang mengaturnya, namun belum maksimal karena masih banyak mahasiswa yang belum tahu alurnya kemana mau aduinnya,” ungkap Nurrahman, Selasa (15/10/2024).
ULT berada dibawah naungan Wakil Dekan (WD III), yang anggotanya, ketua DEMA dan ketua SEMA terlibat dalam ULT. Untuk penanganan kasus kekerasan seksual, ULT dirasa masih belum maksimal. ULT sendiri belum diadakan secara merata dan masih jarang melakukan sosialisasi kepada mahasiswa.
Ia menyampaikan, kasus sekelas kekerasan seksual ini mungkin bisa dibilang kasus yang utama. Menurutnya, meskipun pimpinan memiliki kuasa dan mengelakkan segala cara untuk menutupi kasus tersebut, namun hal itu bisa dihapuskan dengan sistem yang baik.
Nurrahman mengungkapkan bahwa, saat berlangsungnya konferensi pers, tidak terlihat satupun pihak kampus yang terlibat. Katanya, tidak diketahui dengan jelas alasan mengapa tidak ada pihak kampus yang menghadiri konferensi pers yang digelar pada 8 Oktober 2024.
“Gara-gara surat edaran (Surat Edaran No. 2591 pada 25 Juli 2024 – red) yang keluar ini yang menjadi menakutkan, dan sampai sekarang gara-gara surat edaran ini mahasiswa kelihatan takut untuk menyampaikan aspirasinya,” tutupnya.
Reporter: Is’adiah Sri Muthia
Editor: Muhammad Farhan